WASHINGTON — Dengan Donald Trump di Gedung Putih, hubungan Amerika Serikat dengan dunia mengalami perubahan penting. Berikut ini tujuh di antaranya, seperti dilansir melali republika dari BBC.
1. Meningkatnya Ketegangan Nuklir di Asia
Kepemimpinan Donald Trump telah meningkatkan sejumlah pertanyaan keamanan besar di Asia. Bukan hanya dia mengejutkan Cina dengan komentarnya mengenai Taiwan sebelum dilantik, namun Menteri Luar Negeri Rex Tillerson mengatakan akan memblokir akses Cina ke pulau buatan yang dibangunnya di Laut Cina Selatan. Komentar tersebut memicu peringatan akan adanya bentrokan militer di surat kabar pemerintah Cina.
Trump juga mengatakan Jepang dan Korea Selatan terlalu bergantung pada AS. Dia bahkan mengatakan kedua negara itu akan mendapatkan keuntungan dari senjata nuklir mereka.
Trump tak lupa mengomentari soal Korea Utara yang mengembangkan senjata nuklirnya sendiri. Di bawah kepemimpinan Obama, kebijakan terhadap Korut disebut kesabaran strategis, yakni menekan Korut dengan sanksi, membujuk pihak lain melakukan hal sama, terutama Cina, dan menunggu.
2. Hubungan dengan Rusia Makin Rumit
Selama kampanye pemilu presiden, Trump memuji Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai pemimpin kuat dan ia ingin menjalin hubungan baik dengannya.
Pernyataan tersebut sebelum badan intelijen AS mengatakan Rusia bertanggung jawab atas retasan surat elektronik Partai Demokrat selama kampanye. Trump juga menyetujui hal itu.
Kemudian, banyak tuduhan yang muncul bahwa Rusia memiliki sejumlah dokumen yang menunjukkan Rusia mendukung terhadap Trump. Trump menolak tuduhan itu dengan mengatakannya sebagai berita palsu.
Namun, kekhawatiran mengenai hubungan pemerintahan Trump dengan Rusia terus berlanjut. Penasihat keamanan nasional Trump, Michael Flynn bahkan mengundurkan diri setelah percakapannya dengan duta besar Rusia terungkap beberapa pekan sebelum pelantikan Trump.
Trump mengatakan ia ingin memulai hubungan baik dengan Putin, tapi memperingatkan hal itu mungkin tak berlangsung lama. Hubungan kedua negara juga memanas gara-gara serangan kimia di Suriah. AS menyalahkan pemerintahan Suriah, sedangkan Rusia terus mendukung Presiden Bashar Al Assad.
3. Fokus Besar pada NATO
Trump sebelumnya merupakan pengkritik terbesar Organisasi Pakta Atlantik Utara (NATO). Dia menyerang organisasi ini dengan menyebutnya usang.
Trump juga mengatakan para anggotanya adalah sekutu yang mengambil keuntungan dari AS. Menteri Pertahanan AS James Mattis memperingatkan anggota NATO Februari lalu, Washington akan menurunkan komitmennya jika tidak mampu memenuhi keinginan bosnya, yakni menaikkan pengeluaran pertahanan menjadi dua persen dari pendapatan domestik bruto mereka.
Dalam konferensi pers, Kepala NATO Jens Stoltenberg berterima kasih pada Trump atas perhatiannya terhadap isu tersebut. Sementara itu, Trump justru mengubah pandangannya dan mengatakan NATO tak lagi usang.
4. Penggunaan Kekuatan Militer
Barack Obama terpilih untuk mengakhiri perang Amerika di Irak dan Afghanistan. Obama sangat tidak ingin terlibat dalam konflik lain di Timur Tengah.
Bahkan ketika tingkat kekejaman di Suriah benar-benar brutal, Obama tetap yakin intervensi militer terlalu mahal harganya. Sebaliknya, pemerintahan Obama fokus pada menyediakan batuan kemanusiaan, mendanai gerilyawan Suriah yang moderat, mendukung gencatan senjata dan negosiasi politik untuk mendesak Assad mundur.
Donald Trump juga sebelumnya menentang penggunaan militer di Suriah. “Lupakan Suriah dan jadikan Amerika besar kembali!” katanya di Twitter pada 2013.
Jadi tampaknya merupakan yang bertentangan ketika ia justru memerintahkan serangan rudal ke pangkalan militer pemerintah Suriah April lalu. Dia mengatakan serangan kimia yang ia tuduhkan pada pemerintah Suriah telah mengubah sikapnya.
“Serangan terhadap anak-anak memiliki dampak besar pada saya,” katanya.
Serangan rudal itu merupakan pertama kalinya AS secara langsung menargetkan rezim Suriah sejak konflik itu dimulai.
5. Masa Depan Perdagangan Bebas tak Jelas
Dengan kebijakan perdagangannya, Trump ingin membawa perubahan besar dalam cara AS berbisnis dengan seluruh dunia yang telah dilakukan selama puluhan tahun.
Dia mengancam membubarkan sejumlah kesepakatan perdagangan bebas yang ada, termasuk Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) antara AS, Kanada dan Meksiko. Trump menilai kesepakatan ini merupakan biang keladi pengangguran di AS.
Dia bahkan mengatakan akan menarik diri dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Sejak memenangkan pemilu, Trump fokus mengancam perusahaan, terutama perusahaan otomotif. Dia mengatakan akan menerapkan tarif 35 persen pada barang-barang yang diproduksi di Meksiko.
Bagaimana caranya? Belum jelas.
Di hari pertamanya menjabat, Trump menarik diri dari Kemitraan Trans-Pasifik (TPP). Kesepakatan tersebut belum diratifikasi oleh Kongres yang terpecah. Namun, perintah eksekutif yang ditandatangani Trump otomatis mengesahkan penarikan diri AS.
Tujuan kebijakan Trump adalah menciptakan lapangan kerja di AS, menutup defisit perdagangan dan mendapatkan keuntungan bagi Amerika Serikat
Trump juga telah menargetkan program visa bagi pekerja asing.
6. Perubahan Iklim? Pikir Lagi
Trump mengatakan akan membatalkan Kesepakatan Iklim Paris dalam 100 hari ia menjabat. Hal ini nyatanya tak terjadi.
Penasihat senior Trump kabarnya kini terbelah mengenai apakah akan membatalkannya atau tidak. Namun, Trump membuat sejumlah langkah besar untuk membalikkan aturan perubahan iklim Obama.
Maret lalu, dia menandatangani perintah eksekutif yang membalikkan Rencana Energi Bersih (Clean Power Plan) yang mengharuskan negara bagian mengatur pembangkit listrik. Aturan itu sebelumnya masih tertahan karena gugatan di pengadilan.
Trump mengatakan perintah itu perlu untuk memastikan kemandirian energi dan lapangan pekerjaan AS. Kelompok lingkungan memperingatkan membatalkan regulasi yang ada memiliki dampak serius di dalam dan luar negeri.
Trump berulang kali menyangkal perubahan iklim disebabkan oleh manusia. Trump menyebut perubahan iklim hanya fiksi.
7. Kesepakatan Nuklir Iran Diragukan
Bagi Obama, kesepakatan nuklir Iran merupakan kesepahaman yang bersejarah. Namun, bagi Trump kesepakatan itu adalah kesepakatan terburuk yang pernah ia lihat.
Dia mengatakan membatalkan perjanjian itu adalah prioritas nomor satu, tapi dia tidak menjelaskan apa yang akan ia lakukan. Kini pemerintahan Trump mengumumkan akan meninjau ulang keseluruhan kebijakan AS terhadap Iran.
Hal itu bukan hanya mencakup kesepakatan nuklir, tapi juga tindakan di Timur Tengah dimana Iran merupakan pemain kunci dalam konflik Suriah dan rival Arab Saudi juga Israel.
Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif mendesak Trump tetap berkomitmen pada perjanjian nuklir. Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei justru mengatakan hal yang lebih blak-blakan.
“Jika mereka merusaknya, kita akan membakarnya,” katanya.