Tasikmalaya, 5/4 (Beritalangitan.com) – Moment pemilihan Gubernur Jawa Barat mendatang bagi keluarga besar Miftahul Huda Manonjaya Tasikmalaya kali ini tidak-lah biasa, karena pada kesempatan Pilgub mendatang dua orang putra terbaiknya di gadang-gadang akan tampil dalam pencalonan orang nomor satu di Jawa Barat ini.
Meski masing-masing dari dua orang ini akan maju dengan berlainan pasangan namun bukan berarti telah terjadi perpecahan dalam tubuh keluarga besar pesantren terbesar di Jawa Barat ini.
Hal tersebut terungkap saat wartawan beritalangitan.com berbincang dengan Pimpinan umum Miftahul Huda Asep A. Maoshul Affandy selasa 03/04. “Pencalonan ini semata-mata untuk kemaslahatan ummat, logikanya begini, bagaimanapun Jawa barat ini adalah rumah kita, jadi jika rumah itu bocor atau kotor maka kita tidak bisa diam saja, karena jika diam dan tak mau tahu tetap akan kena imbasnya, papar Kyai yang juga anggota komisi II DPRRI ini.
Oleh sebab itu perlu peran serta dan tanggung jawab para Kiyai untuk memimpin ummat ini dalam segala aspek, agar kepemimpinan atas ummat ini tidak jatuh ke tangan yang keliru, paparnya lebih lanjut.
Saat ditanya soal pasangan Kiyai penerus KH. Choer Affandy (alm) ini mengatakan bahwa itu masih belum pasti masih banyak kemungkinan berubah-ubah, dan ia juga memberi kebebasan kepada keponakannya Uu Ruzhanul Ulum (Bupati Tasikmalaya) untuk memilih pasangannya dan nantinya siapa yang akan menang itu tidak jadi masalah.
“Hasilnya seperti apa itu tidak masalah karena ini bukan ambisi secara pribadi”, sebagai Ulama kita mempunyai empat fungsi, yaitu sebagai Mu’alim, Mu’adib, Murrabbi, dan sebagai Mujahid, jadi peran dan tanggung jawab seorang ulama itu menjaga, mengurus, mengayom membina dan memperjuangkan kebaikan bagi masyarakat itu tetap wajib hukumnya dengan atau tidak menjadi pemimpin di pemerintahan, lanjutnya.
Oleh sebab itu seorang Kyai itu harus mumpuni, harus menguasai semua bidang, baik ekonomi sosial politik budaya dan lain sebagainya karena ummat ini memerlukan pemimpin yang menguasai semua aspek kehidupan dengan tetap berlandaskan nilai nilai agama, dan yang terpenting adalah berbuat sesuatu dengan prinsip, “didieu kieu ayeuna” (disini, begini, sekarang. Red). (ah)