Beritalangitan.com – Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Siwak adalah nama untuk sebuah kayu yang digunakan untuk menggosok gigi. Atau jika ditinjau dari perbuatannya, siwak adalah menggosok/membersihkan gigi dengan kayu atau sejenisnya untuk menghilangkan kuning dan kotoran gigi, dan juga untuk membersihkan mulut. (Lihat Taisirul ‘Alam, 35) Sayid Sabiq rahimahullah mengatakan,
”Lebih baik lagi jika yang digunakan untuk menyikat gigi adalah kayu arak yang berasal dari negeri Hijaz, karena di antara khasiatnya yaitu : menguatkan gusi, menghindarkan sakit gigi, memudahkan pencernaan, dan melancarkan buang air kecil. Walaupun demikian, sunnah ini bisa didapatkan dengan segala sesuatu yang dapat menghilangkan kuning gigi dan membersihkan mulut, seperti sikat gigi, dan semacamnya.” (Fiqh Sunnah, I/45).
Dan pendapat ini juga dipilih oleh penyusun Shohih Fiqh Sunnah. Wallahu a’lam. Hukum Bersiwak Bersiwak hukumnya sunnah (dianjurkan) pada setiap saat, sebagaimana hadits dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Waktu Utama untuk Bersiwak :
1. Ketika berwudhu Dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
2. Ketika hendak shalat Dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
3. Ketika membaca Al Qur’an Dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu berkata: Kami diperintahkan (oleh Rasulullah) untuk bersiwak dan beliau bersabda,
4. Ketika memasuki rumah Dari Al Miqdam bin Syuraih dari ayahnya, dia berkata,
5. Ketika bangun untuk shalat malam Dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu berkata,
Cara Bersiwak
Cara bersiwak adalah dengan menggosokkan siwak di atas gigi dan gusinya. Dimulai dari sisi sebelah kanan dan sisi sebelah kiri. Dan memegang siwak dengan tangan kanan. (Lihat Al Mulakhos Al Fiqhiyyah) Bolehnya Bersiwak Ketika Berpuasa Baik Pagi Maupun Sore Hari Hal ini dikatakan oleh Sayyid Sabiq, tetapi beliau membawakan hadits yang lemah sebagaimana yang dinilai oleh Syaikh Al Albani dalam Tamamul Minnah. Namun demikian, orang yang berpuasa boleh bersiwak baik ketika pagi dan sore hari karena hukum asal seseorang tidak dibebani suatu kewajiban. Seandainya bersiwak tidak diperbolehkan, tentu Allah dan Rasul-Nya telah menjelaskannya.
Para pakar fiqih telah bersepakat tentang bolehnya bersiwak untuk orang yang berpuasa kecuali Syafi’iyah dan Hanabilah di mana mereka menganjurkan untuk meninggalkan bersiwak setelah waktu zawal (waktu matahari tergelincir ke barat). (Lihat Shohih Fiqih Sunnah, 2/117) Namun, yang lebih tepat karena tidak ada dalil yang melarang untuk bersiwak, maka hal ini dibolehkan di setiap waktu ketika berpuasa. Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin mengatakan,
Catatan : Penjelasan di atas adalah mengenai bersiwak yaitu menggunakan kayu siwak. Adapun menyikat gigi menggunakan pasta gigi yang -tentunya memiliki rasa (menyegarkan) dan beraroma-, maka seharusnya tidak dilakukan sering-sering karena siwak tentu saja berbeda dengan sikat gigi yang beraroma. Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya : Apa hukum menggunakan sikat gigi bagi orang yang berpuasa di siang hari Ramadhan? Syaikh rahimahullah menjawab : Menggunakan sikat gigi ketika puasa tidaklah masalah jika tidak masuk ke dalam perut. Akan tetapi lebih baik sikat gigi tidak digunakan ketika puasa karena sikat gigi memiliki pengaruh sangat kuat hingga bisa mempengaruhi bagian dalam tubuh dan kadang seseorang tidak merasakkannya. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq (memasukkan air dalam hidung) kecuali jika engkau berpuasa”. Maka lebih utama adalah orang yang berpuasa tidak menyikat gigi (dengan pasta). Waktu untuk menyikat gigi sebenarnya masih lapang. Jika seseorang mengakhirkan untuk menyikat gigi hingga waktu berbuka, maka dia berarti telah menjaga diri dari perkara yang dapat merusak puasanya. (Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin, 17/261-262) Demikian pembahasan mengenai siwak. Semoga kita dapat mengamalkannya. (die)
[Yang selalu mengharapkan ampunan dan rahmat Rabbnya Muhammad Abduh Tuasikal Pangukan, Sleman, 4 Robi’ul Akhir 1430 H]
Sumber : rumaysho.com