
Beritalangitan.com – Beberapa ulama berbeda pendapat tentang boleh tidaknya wanita haid masuk masjid. Bagi yang melarang, mereka berpedoman salah satunya pada hadist riwayat Bukhari (974) dan Muslim (890), dari Ummu ‘Athiyah dia berkata, “Nabi Saw. memerintahkan kepada kami untuk keluar rumah pada dua hari raya, termasuk remaja putri dan gadis pingitan, dan beliau memerintahkan wanita yang haid untuk menjauhi tempat shalat.”
Namun, pendapat ini dibantah oleh sebagian ulama lainnya. Mereka berdalih bahwa dalil-dalil yang melarang wanita haid masuk masjid kedudukannya adalah lemah (dhaif). Hal ini diungkapkan oleh Imam Bukhari, Baihaqi, Ibnu Al Qayyim, Imam Nawawi, Ibnu Hazm, Al Muzni, Ibnu Al Mundzir, Muhammad bin Musallamah dan sebagainya.
Imam Nawawi dalam kitab Al- Majmu’ menjelaskan bahwa dalil mazhab inilah yang paling baik, karena hukum asalnya tidak ada pengharaman dan mereka yang mengharamkan tidak mempunyai dalil yang sahih dan tegas melarang hal itu.
Dalam sebuah hadits shahih Muslim disebutkan bahwa Nabi Saw. berkata pada ‘Aisyah, “Berikan padaku sajadah kecil di masjid.” Lalu ‘Aisyah berkata, “Saya sedang haid.” Lantas Rasul Saw. bersabda, “Sesungguhnya haidmu itu bukan karena sebabmu.” Hal ini menunjukkan bahwa boleh saja bagi wanita haid untuk memasuki masjid jika ada hajat dan tidak sampai mengotori masjid. Demikian dua syarat yang mesti dipenuhi bagi wanita haid yang ingin masuk masjid.
Selain itu, disebutkan bahwa pada masa Nabi Saw. ada seorang wanita berkulit hitam yang tinggal di masjid. Sementara, tidak terdapat keterangan bahwa Nabi Saw. memerintahkan wanita ini untuk meninggalkan masjid ketika masa haidnya tiba.
Terakhir, ketika melaksanakan haji, Aisyah mengalami haid. Kemudian, Nabi Saw. memerintahkan beliau untuk melakukan kegiatan apa pun, sebagaimana yang dilakukan jamaah haji, selain tawaf di Ka’bah. Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Saw. hanya melarang Aisyah untuk tawaf di Ka’bah dan tidak melarang Aisyah untuk masuk masjid. Riwayat ini disebutkan dalam Shahih Bukhari.
Syekh Yusuf Al Qaradhawi (ulama kontemporer) sendiri berpendapat membolehkan wanita haid masuk masjid sebagai sebuah bentuk kemudahan. Awalnya, ia berpandangan tidak boleh, tapi kemudian membolehkannya. “Ternyata saya telah membuat mereka berada dalam kesempitan dalam masalah yang sebenarnya terdapat kelapangan/kemudahan,”ujarnya.
Kesimpulannya, hemat saya, meski wanita haid diperbolehkan masuk masjid, tapi sebaiknya memang dihindari. Ini sebagai sikap kehati-hatian saja. Dikhawatirkan darah haidnya tak bisa dibendung sehingga dapat mengotori masjid.
Namun, kalaupun harus memasuki masjid karena adanya hajat seperti mengikuti taklim (pengajian) yang sering diikutinya dan kebutuhan lainnya yang tak bisa ditinggalkan, maka harap menjaga dengan baik agar darah haidnya tidak merembes keluar sehingga bisa mengotori masjid. Zaman sekarang memang sudah ada alat atau teknologi pembalut wanita yang bisa menahan atau melindungi darah haid keluar. Pergunakan alat itu secara lebih baik (tebal atau rangkap) dari biasanya ketika masuk masjid. Wallahu a’lam. (ST)
Sumber : muslimah.co.id