Hilmi Ahmad Hidayat S.Pdi adalah Pimpinan Pondok Pesantren Gunung Cupu Jln.Pangeran Santri No. 100 Sumedang Jawa Barat, dan sebagai pengurus Pusdai Kab. Sumedang. penulis adalah alumni pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya Tasikmalaya, Jawa Barat
(Beritalangitan.com) – Sebagai seorang mukmin seharusnyalah dalam melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangannya pada hakekatnya semata hanya bertujuan karena Allah. Bukan untuk sesuatu selain Dia, tetapi semata karena Iman dengan-Nya dan juga tidak luput dari berharap ridlanya. Inilah yang disebut “IKHLAS”.
Ikhlas inilah yang merupakan sebab pokok bahwa suatu amal atau ibadah seorang mukmin dianggap baik dan diterima Allah, karena itu Ikhlas merupakan ruh atau jiwa dari suatu amal ibadah. Adapun bentuk amal atau ibadah seseorang yang tidak disertai ikhlas, maka Allah akan menolaknya. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi :
Artinya: “Allah tidak akan menerima suatu amal, melainkan amal. yang bersih (ikhlas) untuk Allah semata dan yang diharapkan daripadanya hanyalah keridlaannya”. (H.R. Ibn Majah).
Keterangan di atas sesuai dengan perintah Allah kepada sekalian orang-orang mukmin sebagai yang tersebut di dalam firman Allah :
Artinya: “Dan tiada mereka diperintahkan melainkan mereka beribadah kepada Allah dengan penuh keikhlasan kepadanya, lagi pula condong kepada bebenaran”. (Q.S.Al-Bayyinah: 5)
Berbahagialah dan beruntunglah bila seorang mukmin dalam melaksanakan ibadahnya semata karena Allah, dan sia-sialah orang yang melaksanakan ibadah tanpa disertai keikhlasan. Demikian pula jika kita berharap dalam beribadah kepada Allah, tetapi bertujuan untuk sesuatu yang lain, misalnya karena manusia, karena harta, karena pangkat dan kedudukan dan lain-lain.
Jalan yang perlu ditempuh, bagaimana kita dapat beribadah atau beramal secara benar menurut pandangan Allah, sehingga apa yang kita amalkan selama ini dan yang akan datang tidak sia-sia belaka.
Benar dalam beribadah atau beramal adalah tiang pekerjaan, bahkan merupakan sendi pokok dan jiwanya. Sedangkan yang dimaksud benar karena Allah dalam beribadah ialah gerak dan tujuan lahir batin seorang mukmin secara bersama-sama dalam arti lahir batinnya semata-mata ikhlas karena Allah. Sehingga ia beribadah sama sekali tidak akan menghiraukan hilangnya pandangan manusia kepadanya. Hal ini mempunyai arti yang terpuji, yakni untuk membersihkan jiwa dan tidak suka memperlihatkan amalnya kepada manusia, karena ini akan dapat berakibat riyak.
Untuk menjaga agar amal ibadah yang hendak kita lakukan itu benar-benar dapat sesuai dengan yang dikehendaki Allah dalam arti supaya dapat diterima lantaran keikhlasan kita,maka hendaknya perlu dipersiapkan terlebih dahulu dengan suatu modal yang disebut “Niat” yaitu kehendak dalam hati, berucap melalui lisan dan merupakan penggerak jiwa untuk melaksanakan sesuatu yang dicintai. Dengan demikian maka sesungguhnya niat itu menjadi dasar pokok segala amal yang bergerak berdasarkan ikhlas.
Benarlah sabda Nabi :
Artinya : “Bahwasanya semua amal itu harus disertai dengan niat”. (H.R. Bukhari Muslim).
Berdasarkan pengertian hadits yang dapat kita ambil maka pada hakekatnya amal-amal yang kita perbuat tidak bisa lepas dari adanya niat. Untuk menjaga agar amal-amal itu terpuji menurut pandangan Allah, maka hendaklah disertai niat yang didasarkan dengan keikhlasan atau sebut saja “niat yang ikhlas” untuk Allah semata, bukan untuk yang lain-lain-Nya.
Apabila amal-amal yang kita perbuat tidak seperti itu maksudnya amal-amal tersebut tidak disertai niat yang ikhlas, maka jatuhlah kita ke dalam jurang riyak, yakni memperlihatkan amal-amal itu kepada orang (selain Allah) untuk memperoleh pujian manusia, “dan hal ini dapat berakibat menjadi syirik, meskipun syirik di sini belum sampai di namai Syirik kubro.
Allah berfirman :
Artinya : Katakanlah ! Bahwasanya aku ini hanyalah seorang manusia seperti halnya kamu. Diwahyukan kepadamu, bahwa Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa. Barangsiapa berharap akan menjumpainya, maka kerjakanlah amalan yang shaleh dan janganlah mempersekutukan seseorang dalam beribadah kepada Tuhannya”. (Q.S. Al-Kahfi: 10).
Firman Allah ini menjelaskan kepada kita, bahwa didalam beramal atau beribadah kita harus mempunyai niat atau tujuan karena Allah semata, janganlah sampai ada sedikitpun niat atau tujuan yang karena manusia yang dipersamakan dengan Tuhan. Amalan-amalan shaleh yang bersih dari tujuan apapun selain karena Allah akan membuahkan pahala baginya, tetapi jika beramal bukan karena Allah, yakni amalan itu dilakukan karena ada dorongan untuk manusia, harta, pangkat dan kedudukan, bahkan mungkin karena wanita, maka inilah yang disebut riya.
Oleh karena itu mari kita usahakan dengan sungguh-sungguh, agar semua amal ibadah yang kita lakukan dapat benar-benar sesuai dengan kehendak Alloh dan Rosul-Nya. Yakni kita lakukan dengan penuh keikhlasan karena Alloh.
Semoga bermanfaat.
Editor : CG / AW