Jakarta, Beritalangitan.com – Meski sebagai kelompok mayoritas di Indonesia, namun dalam konteks politik praktis umat Islam bukan lagi sebagai mayoritas. Demikian diungkapkan Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof. Din Syamsudin.
“Tentunya itu disebabkan oleh dampak sistemik dalam pengambilan keputusan, kebijakan, dan sebagainya, secara nasional maupun lokal,” ujarnya dalam Rapat Pleno VIII Dewan Pertimbangan MUI Pusat bertema “Umat Islam dan Masalah Kepemimpinan Bangsa dan Negara” di Kantor MUI, Jakarta, seperti dilansir Hidayatullah.com, Rabu (18/05).
Padahal, menurut Din, seyogyanya umat Islam sebagai kelompok mayoritas harus menjadi faktor determinasi atau penentu bangsa.
“Artinya umat Islam harus menentukan masa depan Indonesia, maju mundurnya Indonesia harus ikut ditentukan oleh maju mundurnya umat Islam. Ini idealnya,” jelasnya.
“Dan saya rasa tidak ada salahnya mengatakan seperti itu, karena melihat fakta historis dan realitasnya demikian,” tambah Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini.
Ia mengatakan, ada anekdot dalam setiap episode perubahan politik di Indonesia. Yakni umat Islam seringkali menjadi pendorong mobil mogok, namun setelah mobil itu jalan mereka ketinggalan di belakang.
Din mencontohkan, saat tahun 1965, betapa besar peran umat Islam dalam memberantas PKI atau komunisme, tetapi begitu ada Orde Baru, kekuatan tidak di tangan umat Islam.
Ketika awal Orde Baru, sambungnya, justru kelompok lain yang berperan. Tapi di akhir Orde Baru umat Islam kembali tampil setelah banyak pihak menyadari seperti apa Orde Baru. Meski cara yang ditawarkan umat Islam beragam, kata dia, namun tetap budaya Islam yang tampil.
“Terjadi pergeseran, sebelumnya di luar kini mengalami proses integrasi kedalam negara. Bahkan menjadi lokomotif saat reformasi, namun begitu reformasi jalan apakah umat Islam masih menjadi pengendali, yang saya saksikan sepertinya tidak demikian,” tukasnya.
Mantan Ketua Umum MUI ini mengatakan, kalau kecenderungan seperti itu berlanjut. Ia membayangkan ada keburukan yang bukan hanya bagi umat Islam, tapi juga bangsa Indonesia.
“Nanti justru akan subur paham-paham yang radikal, dengan alasan mencari alternatif lain,” tandas Din.
Untuk itu, terangnya, harus ada kesadaran bahwa peran umat Islam dalam kebangsaan tidak boleh disingkirkan
“Dan MUI harus terus meyakinkan itu kepada ormas-ormas. Tidak bisa secara historis peran umat Islam besar, secara demografi juga besar, tetapi disingkirkan,” pungkasnya. (As)