Garut, 12/5 (beritalangitan.com) – Terletak di Dusun Rancabolang Simpangsari, Cisurupan Kabupaten Garut, pesantren Miftahul Huda berdiri diatas lahan yang cukup eksotis, udaranya yang sejuk dan nyaman dengan suasana pesawahan dan pegunungan yang menjadi hiasan menakjubkan di sekeliling komplek pesantren.

Tak kurang dari seratus orang santri yang bermukim disini ditambah sekitar 50 orang santri mustauthinin atau santri kalong yang menuntut ilmu dari warga sekitar pesantren. Pondok pesantren salafiyah murni ini di pimpin oleh KH. Uum Muhammad Noor, didirikan oleh mertuanya yaitu KH. Dahlan Arifin (alm) tahun 1975.
Pada tahun 1989 KH. Uum M. Noor dinikahkan dengan Hj. Euis Rohayati anak dari KH. Dahlan Arifin (alm) saat keduanya menuntut ilmu di Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya. Dan di tahun itu juga keduanya dimukimkan di pesantren Miftahul Huda Racabolang dan sekaligus diresmikannya pesantren ini sebagai pesantren cabang dari Miftahul Huda Manonjaya dengan nomor cabang yang ke 459.
Kyai Uum bersama dengan anak tertua KH. Dahlan Arifin sekaligus pimpinan lama pesantren Miftahul Huda Rancabolang Ceng Endang Abdul Karim bersama-sama mengelola pondok pesantren ini dengan meningkatkan segala bidang baik sarana dan prasarana serta konsep pembelajaran pesantren dan kini sistem pendidikannyapun dibuat mirip dengan induk semangnya yaitu Miftahul Huda Manonjaya sehingga dengan begitu semakin banyak santri berdatangan dari berbagai Kota dan Kabupaten di Jawabarat bahkan ada santri yang datang dari Palembang Sumatra Selatan.
Tahun 2013 bulan Juni Ceng Endang Abdul Karim wafat, dan atas dasar hasil keputusan musyawarah pengurus Hamida dan keluarga besar Miftahul Huda Rancabolang memutuskan bahwa kepemimpinan di pesantren tersebut di pegang oleh KH. Uum M. Noor hingga sekarang.
Kyai asal Rajadesa Kabupaten Ciamis ini selalu ingat dan memegang teguh kepada pesan gurunya Uwa Ajengan Khoer Affandi (alm) sebagai peneguh dan penguat dalam mengemban amanah dan tanggung jawabnya sebagai Kyai yang harus mengamalkan ilmu kepada santri dan masyarakat sekitarnya. “Dimanapun kamu di tanam, di situlah kamu harus tumbuh, berdaun, berbunga dan berbuah”, pesan itulah yang selalu di ingat, terangnya kepada beritalangitan.com Selasa 10/5.
Sebuah pesantren harus mampu melakukan salah satu dari tiga hal ini mencetak ‘ulama ‘ul ‘amilin (ulama yang mampu mengamalkan ilmunya), atau jika tidak harus mampu mencetak santri menjadi Imamal Muttaqin (pemimpin dan pelopor orang-orang yang bertakwa), atau paling tidak bisa mencetak santri Muttaqin (pribadi muslim yang bertakwa), ketiga program tersebut menjadi acuan dari pesantren ini.
Dan salah satu misinya yaitu “menguji, mengembangkan, menerapkan dan menyebarluaskan da’watul Islamiyyah, sehingga masyarakat semakin mapan dalam kehidupan beragama dan mampu berpartisipasi aktif dalam proses mewujudkan ‘Izzul Islam wal-Muslimin”, pungkasnya. (Cg beritalangitan.com)