
Beritalangitan.com, 11/5 – Realita menegaskan, asing bisa kuasai 100 persen saham di pembangkit listrik. Asing cukup punya kemampuan membeli properti di Indonesia, 35 bidang usaha dibuka bebas 100% untuk asing. WNI harus antri di pagar kedutaan asing. Warga asing seenaknya masuk RI tanpa Visa.
“Kondisi kekayaan Indonesia 70% sektor pertambangan, 40%, kebun Sawit, 35-66,5% sektor komunikasi sudah bukan milik Indonesia. Bagaimana kita memenangkan perang tanpa senjata?” demikian dikatakan Letjen TNI Purn J. Suryo Prabowo saat menjadi keynote speaker jelang Hari Kebangkitan Nasional di Gedung Stovia, Jakarta, Senin (9/5).
Diskusi bertemakan “Sudahkan Kebijakan Pemerintah Pro Pribumi?” ini digelar oleh Front Pribumi.
“Jangan sampai Indonesia dijajah China. Lihatlah, ribuan buruh dalam negeri di PHK, ribuan sarjana berdesakan dan kesulitan mencari kerja, tapi ribuan buruh impor dari Cina enak-enakan dikasih kerja dengan gaji tinggi di negeri ini. Sementara rakyat Indonesia belum makmur,” ujar Suryo prihatin.
Mantan Pangdam Jaya/Jayakarta ini mengajak anak bangsa agar bangkit. “Bangkitlah Indonesiaku. Satu orang bertindak jauh lebih baik dari 10 orang yang berkomitmen atau 100 orang yang hanya punya niat.”
Pemersatu Bangsa
Apakah masih ada perang yang disebabkan karena pertentangan ideologi? Dikatakan Suryo, bangsa dan negara Indonesia tidak akan hancur karena diserang musuh dari negara lain. Diperlukan pemersatu bangsa dan negara.
“Dahulu pendiri bangsa ini menjadikan Pancasila sebagai pemersatu bangsa. Berbeda-beda suku dan agama, namun tetap satu. Karena hakekat Pancasila adalah menghargai perbedaan agama, perilaku, status, dan menghormati perbedaan pendapat,” tandas mantan Pangdam I Bukit Barisan.
Dikatakan Suryo, bangsa Indonesia terbangun dari 1.128 suku bangsa. Bandingkan dengan bangsa Jepang yang hanya terdiri dari 3 suku bangsa: suku Yamato (96 %), Ainu, Ryukyu dan Burakumin. Bangsa Indonesia adalah manusia yang hidup harmoni dalam perbedaan dan keberagaman. Bangsa Indonesia ada, karena adanya Sumpah Pemuda.
“Indonesia pernah mengalami konflik bersenjata melawan penjajah atau pun melawan pemberontak. Tetapi korban jiwa yang dialami tidak sebanyak yang terjadi dalam konflik yang didasarkan agama dan suku,” terang Suryo.
Bicara sejarah, lanjut Suryo, tiga anggota Volksraad, Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo dan Sutardjo Kartohadikusumo, pada Agustus 1939 mengajukan mosi kepada Pemerintah Hindia Belanda. “Mosi itu bertujuan agar nama ‘Indonesia’ diresmikan sebagai pengganti nama ‘Nederlandsch-Indie’,” jelas Suryo.
Suryo Prabowo menyadari, banyak negara yang tidak senang RI aman dan tenteram. Indonesia tidak disenangi ‘dunia’ karena pernah keluar-masuk PBB, tiga kali dinilai sebagai agresor Irian Barat, Kalimantan dan Timor-timur.
“Termasuk Politik Luar Negeri yang tidak konsisten (Non Blok tetapi pernah dekat blok Timur & Barat), pernah memusuhi semua negara besar, dan sering ‘salah memilih teman’,” pungkasnya. [die/Desastian/Islampos]