Oleh: Prof. Dr. K.H M. Abdurrahman, M.A. *
2. Menjaga lingkungan sama dengan menjaga jiwa. (al-Maidah:32, an-Nisa:29, al-Anbiya/30)
“Karena itu, Kami telah menetapkan atas Bani Israil, sesungguhnya, ‘Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, dan membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya.” (al-Maidah/5:32)
Pada ayat di atas ungkapannya amat tegas, yaitu hubungan kerusakan dan pembunuhan. Pembunuhan adakalnya langsung dan tidak langsung. Pembunuhan langsung dapat terjadi karena persaingan, pertengkaran, permusuhan, sementara pembunuhan tidak langsung adalah dengan merusak sumber-sumber kehidupan, baik berkitan dengan air maupun dengan pangan, sehingga manusia atau makhluk hidup apapun mati, kekeringan, kelaparan, dan kehausan. Karena itu, merusak dibumi setelah baiknya adalah suatu perbuatan tercela, seperti pada surat al-A’raf/7: 56
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”
Melakukan kerusakan dilarang secara mutlak, sedikit atau banyak karena akibtanya akan mencelakakan apapun dan siapapun. Bumi yang sudah tertata dengan baik untuk kehidupan ini perlu dijaga sebaik-baiknya, sebagai bukti tanggung jawab manusia dalam kehidupan ini. Allah menilai orang yang tidak merusak di bumi apapun yang dirusak, utamanya lingkungan dinilai sebagai orang yang dekat dengan rahmat Allah dan orang yang berbuat ihsan. Karena itu, Allah menerangkan pada ayat berikutnya berkaitan dengan lingkungan hidup termasuk di dalamnya masalah kesiapan pangan, seperti al-Araf/7: 57-58
- dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, Maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. seperti Itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, Mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. 58. dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.
Selanjutnya orang yang membuat kerusakan tidak disukai Allah seperti pada surat al-Baqarah/2: 205, berikut:
“Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk Mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan”
Di sisi lain air adalah kehidupan, sebagaimana disebut Allah pada surat al-Anbiya/21: 30 berikut:
“Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?”
Dari ayat tersebut yang mempunyai korelasi kuat dalam memelihara lingkungan adalah berkaitan dengan ungkapan, “……dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup”. yang Menurut Syaikh az-Zuhaeli dalam al-Muni, dinyatakan sebagai berikut: “Maksudnya ialah Kami menciptakan dari air itu setiap macam binatang, yaitu suatu kehidupan, sebagaimana pada surat an-Nur/24: 45, ‘dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, Maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu’ menunjukkan bahwa seluruh binatang dijadikan dari sperma yang cair. Kemudian tidak tumbuh tetumbuhan itu kecuali dengan air. Ini amat sesuai dengan pernyataan sebagian ilmuwan yang menyatakan bahwa setiap binatang itu diciptakan di laut kemudiaan sebagiannya pindah ke daratan yang selanjutnya berkarakter dengan karakter binatang darat sesuai dengan panjangnya waktu…”. Dengan ayat ini pun menunjukkan bahwa manusia diajari agar “peduli air”, sehingga ada air ada kehidupan, tidak ada ada air tidak ada kehidupan. Air yang turun dari langit atau angkasa dan ditampung oleh “tangki air” yang berupa gunung serta penampung air lain, seperti danau, laut, tanah, dan kolam-kolam, sehingga tidak ada air terbuang, lebih-lebih pada saat guning-gunung sudah rusak.
- Menjaga lingkungan sama dengan menjaga harta. (an-Nisa:5)
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik”. (an-Nisa/4: 5)
Ayat-ayat al-Quran di atas dijadikan argumen perlunya pemeliharaan lingkungan, padahal alam masih baik terpelihara tidak ada kerusakan yang signifikan. Memang ada disebutkan tentang kerusakan yang terjadi di daerah Saba yang semula daerah perkebunan yang bagus tetapi dihancurkan Allah karena sikap kekafiran mereka, seperti pada surat Saba:15-18 berikut:
“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka Yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun”.15. tetapi mereka berpaling, Maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr 16. Demikianlah Kami memberi Balasan kepada mereka karena kekafiran mereka.dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir.17 (Saba/34: 15-17)
Pada ayat 15 secara eksplisit Allah menerangkan negeri Saba ini amat subur dengan kebun-kebun yang mengapit rumah-rumah atau kampung-kampung mereka, sehingga mereka tidak kekurangan makanan dan minuman karena betul-betul merupakan baldah thayyibah, negeri yang baik aman dan tentram. Namun, mereka tidak bersyukur kepada Allah sebagai Pencipta semuanya, bahkan mereka kufur atas ke-Esaan-Nya dan kufur nikmat terhadap rizki yang berlimpah itu. Peristiwa ini dapat terjadi kepada negara manapun dan di daerah manapun, ketika penduduknya kufur kepada Allah.. Di era kontemporer seperti sekarang dengan model konsumsi yang israf (berlebian), tabdzir (banyak disia-siakan), dan itraf (kemewahan) dapat merusak lingkungan yang diciptakan Allah untuk memelihara keseimbangan pangan. Di Indonesia antara lain lingkungan habis inipun karena dijarah oleh orang-orang “kafir dan juga para penguasa dan pengusaha sekaligus yang mengaku Muslim itu”. Salah satu contoh pengusaha di Jawa ternyata para pemodal “dalam dan luar negeri” dari negara-negara kafir itu menguasai segala produksi produk bumi ini. Air, sebagai hasil “hutan” 80 % dikuasai oleh orang asing. Ini artinya surat Saba mestinya menjadi ibrah, pelajaran bagi para pengelola negeri ini.
Kesimpulan dari ayat-ayat di atas, sebagimana diterangkan dalam Al-Quran dan Tafsirnya, sebagai berikut: a. “Kaum Saba’ satu daerah yang subur dan makmur serta mempunyai peradaban dan kebudayaan yang tinggi. b. Allah dengan perantaraan rasul-Nya memerintahkan agar mereka beriman kepada-Nya dan mensyukuri nikmat dan kerunia yang dianugrahkan kepada mereka. c. Mereka menolak dan membangkang sehingga memusnahkan negeri mereka. d. Tanah mereka subur menjadi tandus, sehingga mereka yang selamat terpaksa hijrah ke tempat lain kecuali sebagain kecil”.
- Menjaga lingkungan sama dengan menjaga keturunan.
Dari Ibn Umar Rasul saw, sesungguhnya beliau bersabda, “Tiap-tiap kamu adalah pemimpin, dan kamu semua ber-tanggung jawab terhadap apa yang kamu pimpin. Seorang laki-laki pemimpin di rumahnya dan bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya” Dalam sabdanya yang lain, “Sesungguhnya engkau meninggalkan ahli warismu kaya-raya lebih baik daripada meninggalkannya dalam keadaan miskin meminta-minta pada orang lain”.
- Menjaga lingkungan sama dengan menjaga akal. Al-Gasyiyah: 17-21
Dalam Al-Qur’an banyak ayat menyatakan setelah menceritakan penciptaan itu dengan apakah kamu tidak berfikir. Orang tidak berfikir adalah orang yang rusak akalnya. Betapa tidak dengan terpeliharanya alam dan ekosistemnya akan menjadikan orang sehat, tidak mumet, kesejukan, keindahan, menjadikan hidup manusia tenteram. Orang terganggu jiwanya, stres, bahkan depresi sekaligus seringkali membawa kegilaan pada dirinya. Ketika seseorang ingin mencari ketenangan dan ketenteraman, maka baik sekiranya juga dibawa untuk melihat alam sekitar. Allah dalam Al-Qur’an berfirman,
- Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana Dia diciptakan, 18.dan langit, bagaimana ia ditinggikan?19. dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? 20. dan bumi bagaimana ia dihamparkan? 21. Maka berilah peringatan, karena Sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Al-Ghasyiyah/17-21
Karena itu, dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat yang menggunakan akar kata, seperti ya’qilun dll; kosa kata indyara, nadzara, fakkara, dabbara, dzakara, alima yang semuanya berkaitan dengan olah fikir. Saat ini sering disebut dengan tadabbur alam, sebagai ganti ungkapan tamasy-ya, rihlah, piknik dalam bahasa keseharian. Dengan memperhatikan alam semesta yang begitu indah dan bumi yang menghampar dengan segala ciptaan yang ada di dalam dan luarnya, akan membentuk kesegaran dalam diri, hati yang nyaman, otak yang segar, sehingga mendorong seseorang berfikir jernih dan selalu ingat pada penciptanya.
Bersambung…
* Lahir di Ciamis, 7 Agustus 1948. Dosen Pascasarjana UNISBA Bandung, Dosen luar biasa pada Program IAIN Bandung, Dosen luar biasa Pascasarjana UII dan juga pada Program Pascasarjana UMY Yogyakarta, Ketua Umum Persis periode 2015, Ketua Baznas Kota Bandung.