Mengapa Allah saja yang Pantas dicintai ? [1]

0
2045
Ilustrasi.
Ditulis ulang oleh Adi Purnama

Beritalangitan.com – Imam Ghazali dalam Ihya’ulumudin dengan menakjubkan menjelasakan alasan mengapa Allah SWT yang harus paling kita cintai dibandingkan yang lainnya. 

Pertama, Karena kecintaan diri sendiri. Manusia memiliki kecenderungan untuk mencintai dirinya sendiri. Dari cinta inilah ia ingin agar dirinya selamat, sempurna wujudnya, dan terus menerus ada.  Ia tidak suka binasa, kekurangan, atau jatuh dalam kehancuran. Oleh sebab keinginan itu, ia mencoba mengenal dirinya. Lalu ia mengetahui  bahwa keselamatan, kekekalan, dan kesempurnaan dirinya bergantung kepada Allah. Sebab, wujudnya sendiri berasal dari Allah. Ia hidup dan berkembang juga karena Allah dan akhir perjalanannya adalah kembali kepada Allah. Karena seorang hamba meyakini bahwa kehidupan, kebahagiaan, dan kesempurnaannya tergantung kepada Allah, keselamatan dan kesejahteraannya, tidak bisa tidak harus dengan bantuan Allah, maka kalau ia betul-betul mencintai dirinya, itu berarti ia harus mencintai Allah.

Kedua, Tabiat manusia mencintai siapa saja yang berbuat baik kepadanya. Maksudnya, manusia akan mencintai siapa saja yang memperhatikan, berbuat baik, menolong, dan menolak bencana dirinya. Seharusnya kita harus merenungkan, apabila di bandingkan dengan semua yang berbuat baik kepada kita, kebaikan Allah tentu tak terbandingkan.

Menurut Al-Ghazali, kalau ada orang yang berbuat baik kepada kita, paling tidak itu karena ada dua sebab : karena ia ingin pahala dari akhirat dan dia ingin pahala dari orang yang ditolong. Pahala itu bisa berbentuk materi, pujian, atau penghargaan. Jelasnya, ada pamrih dibalik semua pertolongan itu. Sedangkan Allah menolong, membantu, dan menganugerahkan wujud kepada kita betul-betul tanpa pamrih. Dia tidak mengharapkan pahala, orang yang berbuat baik kepada kita, kebaikannya bersifat  sementara, sedangkan Allah selalu berbuat baik kepada kita terus-menerus tanpa batas.

Allah tetap berbuat baik kepada yang Dia cintai dan yang tidak Dia cintai. Allah hanya diskriminatif dalam urusan agama dan cinta saja. Allah hanya mencintai orang yang mencintai-Nya. Allah memberikan kepada siapa saja kasih sayang-Nya, tetapi tidak cinta.

Sedangkan manusia, umumnya, hanya berbuat baik kepada yang ia cintai. Manusia jarang berbuat baik secara khusus kepada yang ia benci. Oleh karena itu, ada sebuah syair arab, “Jadilah kamu seperti pohon buah di pinggir jalan, meskipun dilempari orang dengan batu, ia tetap menghadiahkan buah yang matang kepadanya”.

Suatu saat, ketika Dzunnun Al-Misri sedang bepergian, dia melihat kalajengking merayap kepinggir sungai Nil dengan cepat. Dzunnun Al-Misri mengikutinya karena ingin tahu apa yang akan dilakukannya. Ia ingin mendapat pelajaran dari apa yang dilihat, bukan dari apa yang didengar. Ketika kalajengking itu mendekati tepian sungai Nil, tiba-tiba, dari dalam sungai, muncul seekor katak. Kalajengking langsung menaiki punggung katak itu. Dzunnun Al-Misri mengambil perahu dan mengejarnya. Sampai diseberang sana, kalajengking itu masih juga berjalan. Pada suatu tempat di tepian sungai Nil, ada seorang pemuda tidur terlelap. Tiba-tiba, dari arah yang berlawanan, datang seekor ular menuju kepada pemuda itu, kalajengking menyergapnya. Terjadilah perkelahian antara kedua binatang itu, dan berakhir dengan kekalahan ular. Ular itu mati. Setelah itu, kalajengking kembali lagi ke tepian sungai Nil. Muncul lagi katak itu untuk mengantarkannya ke tempat semula.

Apa yang diperoleh dari kisah itu? Dzunnun al-misri menyimpulkan, betapa sering Allah melindungi kita tanpa kita ketahui. Sangat sayang Allah kepada kita sampai ketika kita tidur dan tidak berdaya menghadapi bahaya, Allah masih melindungi kita. Tanpa sepengetahuan kita Allah menjaga kita.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Rasuullah SAW. Bersabda, “Cintailah Allah karena nikmat yang diberikan-Nya kepadamu, cintailah aku karena kecintaanmu kepada Allah, dan cintailah keluargaku karena kecintaanmu kepadaku.”

Kalau kita cenderung mencintai orang yang berbuat baik kepada kita, mengapa tidak mencintai Allah yang menggerakkan hati orang tersebut sehingga berbuat baik kepada kita?

Ketiga, manusia mencintai siapa saja yang berbuat baik sekalipun kebaikannya itu tidak sampai kepada dirinya. Ini juga ada dalam tabiat manusia. Jika anda mendapatkan berita tentang seorang raja yang adil, ahli ibadah, alim, penyayang kepada rakyatnya, dan lemah lembut terhadap mereka, sedangkan raja tersebut berada disalah satu belahan bumi dan jauh dari tempat tinggal anda. Kemudian anda juga mendapatkan berita tentang seorang raja yang zhalim, sombong, fasik, dan jahat, serta ia juga berada di sebuah negeri yang jauh dari tempat tinggal anda, pasti dalam diri anda terdapat perasaan yang berbeda terhadap kedua raja tersebut. Hati anda, pasti akan mencintai raja yang pertama dan membenci raja yang kedua, sekalipun anda tidak punya harapan dari kebaikan raja yang pertama dan keamanan dari kejahatan raja yang kedua.

Ini adalah cinta kepada orang yang berbuat baik karena semata – mata dia adalah orang yang berbuat kebajikan, bukan karena ia berbuat baik kepada Anda. Hal ini juga menuntut cinta kepada Allah SWT. Karena Allah lah yang berbuat baik kepada semua pihak dan dzat yang paling berjasa atas semua makhluk. Allah berjasa kepada mereka dengan menciptakan mereka, dengan menyempurnakan anggota badan mereka, menciptakan sebab-sebab yang merupakan kebutuhan mereka, dengan menganugerahi kemudahan serta kenikmatan melalui penciptaan sebab-sebab yang mereka perlukan, dengan mempercantik mereka melalui berbagai keistimewaan dan kelebihan yang menjadi aspek keindahan dan bukan kebutuhan primer mereka. Jadi, sesungguhnya, Allah lah yang telah berbuat baik kepada mereka. Bagaimana mungkin selain-Nya dikatakan sebagai yang berbuat baik, sedangkan kebaikannya merupakan bagian dari kebaikan kekuasaan-Nya? Dia-lah yang berbuat baik, sebab Dia pencipta orang yang berbuat kebaikan, Pencipta kebaikan, dan sebab-sebab kebaikan.

Keempat,  cinta kepada setiap keindahan karena keindahan itu sendiri, bukan karena kepentingan yang diperoleh dari balik pencapaian keindahan tersebut. Ini juga sudah tabiat manusia.

Sesungguhnya, keindahan terbagi menjadi dua bagian : keindahan gambar zhahir yang dapat diketahui oleh mata kepala dan keindahan gambar batin yang dapat diketahui dengan mata hati. Keindahan gambar zhahir bisa dicapai oleh anak-anak dan binatang, sedangkan yang batin hanya bisa dicapai oleh orang-orang yang memiliki hati, tidak bisa dicapai oleh orang yang hanya mengetahui lahiriah kehidupan dunia semata. Setiap keindahan pasti dicintai oleh orang yang mengetahui keindahan itu. Jika keindahan itu diketahui dengan hati, maka ia adalah yang dicintai hati. Contohnya hal ini adalah cinta para Nabi,  ulama dan orang-orang berakhlak mulia. Keindahan cinta ini dapat digambarkan, sekalipun gambar wajah dan seluruh anggota badannya tidak indah. Itulah maksud kebaikan gambar batin yang tidak dapat dicapai dengan kebaikan pengaruhnya yang muncul dari batin dan menjadi buktinya. Bila hati telah menunjukkan kepada-Nya, maka hati cenderung mencintai-Nya.

 ….. Bersambung …..

Sumber :

Dikutip dari Buku “Ya Allah, sungguh saya tak pantas di Surga, tapi juga tak kuat di Neraka”.
Pengarang “Badiatul Rozikin”.

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.