Sumedang (beritalangitan.com) – KH. Ahmad Wardi asli berasal dari keturunan bangsa tiongkok dan terlahir dengan nama Wong thim liem, dahulu agama asalnya sebelum akhirnya memutuskan memeluk Islam adalah konghucu, ketertarikannya kepada Islam berawal dari masa kecilnya, kebetulan tempat tinggal Wong Thim Liem kecil dibelakang masjid Assalam Sasak gantung Bandung, seluruh teman di lingkungannya adalah warga pribumi yang semuanya memeluk Islam, saat bermain dirinya sering menunggu teman-temannya melaksanakan shalat di masjid.
Lama kelamaan timbulah keinginan untuk ikut shalat bersama teman-temannya, keinginan itu semakin lama semakin kuat hingga pada saat usianya menginjak 18 tahun dirinya memutuskan untuk memeluk Islam, saat itu dia tanyakan kepada ajengan dikampung itu lalu di bawa menemui Imam masjid Assalam yaitu Habib Usman Al-aidarus dan akhirnya masuk Islam dengan bersyahadat pada tahun 1983.
Keinginan yang kuat dan atas ketekunannya maka akhirnya ada seorang tetangga yang bernama Abdul Wahid sangat peduli hingga kemudian menyuruh Ahmad Wardi Sang Mu’alaf untuk menuntut ilmu di pesantren Miftahul Huda manonjaya bersama anak Abdul Wahid, seluruh biaya pun ditanggung oleh keluarga Abdul Wahid, asalkan mau mondok bersama puteranya, sementara orang tua Ahmad Wardi yang konghucu tak pernah sekalipun memberikan biaya bagi pendidikannya tersebut.
Setelah kurang lebih 3 setengah tahun menuntut ilmu di miftahul huda dirinya dipindahkan oleh pimpinan miftahul huda bersama santri yang baru saja mukim ke sebuah pondok yang saat itu masih merintis pembentukan pondok salafiyah dan kini pesantren tersebut berkembang pesat yaitu pondok pesantren Miftahul Hasanah, Sang Kyai Mua’alaf kini sudah membuka sendiri pesantren salafi di tanah kelahiran istrinya yaitu tepatnya di Kampung Manglayang desa Mekarsari Kecamatan Sukasari Sumedang.

Sebagai awal Ahmad Wardi membuka sebuah madrasah Diniyah yang Saat ini sudah ratusan siswanya, ditambah lebih sepuluh santrI yang sering mondok, tetapi mengingat keterbatasannya yang belum memungkinkan untuk membuka sebuah pesantren secara khusus, Kyai ini selalu mendorong para santrinya atau masyarakat umum agar menuntut ilmu saja di pesantren yang sudah stabil seperti Miftahul Huda atau cabang-cabangnya.
Sepertinya kita semua dapat belajar dari sosok mualaf sang shaleh ini, bahwa hasil yang diinginkan itu bukan satu-satunya hal yang penting, tetapi melakukan hal-hal kecil yang medukung hal-hal besar juga sama nilainya dengan perjuangan besar itu sendiri.
(team beritalangitan.com)