Cianjur, beritalangitan.com – Pondok Pesantren Riyadhul Mubtadi’in merupakan pesantren tua yang berdiri sejak tahun 1965, pesantren ini berlokasi di Kampung Pasir Jariah Desa Sukamaju kecamatan Cibeber kabupaten Cianjur.
Dahulu kala sepasang suami istri dari timur tengah yang bernama Syeh Ibrahim dan Siti Jariyah menyebarkan ajaran islam di wilayah ini hingga akhir hayatnya dan di kebumikan di puncak pasir, sehingga lokasi ini terkenal dengan nama Pasir Jariyah. Tilak lama kemudian Syeh Ibrohim meninggal juga di desa Cimanggu dan tempat itu dinamakan Pasir Ibrahim.
Setelah sepeninggalan Syeh Ibrahim, Dakwah dilanjutkan oleh KH junaedi dan istrinya Hj Siti Sajaah beliau uyut dari KH Al Iqbal, kemudian diteruskan oleh kakeknya KH Sarhum dan Hj Siti Maryam, KH Burhan Ahmad dan Hj Ani Sumarni. Pada awalnya KH Junaedi hanya mengajar ngaji di surau saja. Setelah KH Junaedi memiliki anak, yaitu KH Burhan Ahmad baru membuka pondok pesantren.
Pada tahun 1965 KH Burhan Ahmad mendirikan Pondok Pesantren, yang di ajarkan adalah 12 pan atau cabang ilmu, namun hanya tiga pan saja yang wajib dipelajari yaitu Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqih dan Ilmu Tasawuf. Ilmu tauhid untuk menjaga aqidah kita, ilmu fiqih untuk menjaga ibadah kita dan ilmu tasauf menjaga akhlak atau hati kita jelasnya.
Pada tahun 2008 KH Burhan Ahmad meninggal dunia, kemudian pondok tersebut dilanjutkan oleh anaknya yaitu KH Al Iqbal dan istrinya Hj Aim Lisoh yang meneruskan dengan landasan sebuah hadist, “Celakalah bagi seorang Alim yaitu Neraka Wail jurang didalam jahanam,sekiranya tidak mendidik dan memberi ilmu kepada orang-orang bodoh sehingga orang-orang tersebut menjadi orang yang pintar”.
Proram yang dikemas di pesantren ini berbeda dengan pesantren yang lain pada umumnya. Pesantren ini lebih mengajar ke anak-anak dari usia empat tahun hingga dua belas tahun, dengan metode dasar menebalkan huruf-huruf hijaiah, setelah lancar kemudian dilanjutkan ke menyambung huruf dan seterusnya hingga bisa menulis layaknya menulis Al-Qur’an dan kitab kuning dan setelah itu membaca Al-Qur’an dan hafalan do’a-do’a.
Untuk mondok di pesantren ini tidak dipungut biaya sepeserpun dikarenakan Hj Aim Lisoh atau yang dikenal anak-anak “Uwa” memiliki niatan yang ikhlas dalam mendidik dan memberikan ilmunya untuk memberikan kemanfaatan yang luas.
“Jika Allah berkehendak memudahkan maka anak tersebut akan bisa melalui semua kesulitan untuk mempelajari ilmu yang di berikan oleh guru, namun sebaliknya jika Allah tidak mengijinkan anak tersebut pintar maka Allah takdirkan anak tersebut tetap bodoh, tutur Uwa”.
Santri yang belajar saat ini ada sekitar delapan puluh santri putra dan putri dengan dua tenaga pengajar, waktu pembelajarannya ada dua waktu,yaitu yang pertama dimulai dari jam 12:30 sampai jam 15:00 dan yang kedua dimulai dari jam 16:30 sampai jam 20:00.
“Seorang Alim yang mengerti, setiap perkara sekecil apapun itu dianggap ibadah besar, hidupnya menyenangkan, enak dan tentram. Namun jika Alim yang bodoh hidupnya selalu dipersulit, susah dan selalu lelah dalam menjalani hidup, kebodohan mendekatkan ke pada kefakiran/kemiskinan, kefakiran mendekatkan kepada kekufuran, ujar KH Al Iqbal”.
“Hidup dengan ilmu akan mudah, hidup dengan cinta akan indah dan hidup dengan iman akan terarah, pungkas KH Al-Iqbal”.