Sang Pedang Allah (2)

0
2703
Ilustrasi: kota-islam.blogspot.com

Beritalangitan.com – Hati Ammar menjadi tentram dengan penjelasan Nabi SAW tersebut. Pada akhirnya, sebagaimana kebanyakan budak-budak lain yang disiksa tuannya karena pilihannya memeluk Islam, Abu Bakar membeli Ammar dari kabilah Bani Makhzum dan memerdekakannya.

Begitu tegar dan kokohnya Ammar mempertahankan imannya, walau cobaan dan siksaan terus dialaminya, sehingga Nabi SAW sangat sayang kepadanya. Beliau bersabda tentang dirinya, “Diri Ammar dipenuhi oleh keimanan sampai ke tulang sum-sumnya.”
Pernah terjadi selisih faham antara Ammar dan Khalid bin Walid, pahlawan Islam yang digelari Nabi SAW “Pedang Allah”, maka beliau bersabda, “Siapa yang memusuhi Ammar, dia akan dimusuhi Allah, dan siapa yang membenci Ammar, maka dia akan dibenci Allah.”

Untunglah Khalid bin Walid seorang yang cerdas dan berjiwa besar, mendengar sabda Nabi SAW ini segera ia menemui Ammar dan meminta maaf atas kekhilafannya. Kedudukannya di masa lalu sebagai salah satu pemuka kabilahnya dan Ammar hanya sebagai budak, tidak menghalanginya untuk merendahkan diri dan meminta maaf. Semua itu ringan dilakukannya karena Khalid lebih menghendaki keridhaan Allah SWT, daripada sekedar mempertahankan ‘gengsi’ dan prestisenya di masa lalu. Dan Ammar-pun dengan senang hati memaafkannya.

Pernah juga terjadi salah seorang sahabat menghujat Ammar, karena ia bekerja (atau kerja bakti ketika membangun Masjid Nabi) sambil mendendangkan syair, sehingga terjadi perselisihan. Mendengar berita tersebut, Nabi SAW bersabda, “Apa maksud mereka terhadap Ammar? Diserunya mereka ke dalam surga, sedang mereka mengajaknya ke dalam neraka…Sungguh, Ammar adalah biji mataku sendiri!”

Tentulah bukan maksud dan keinginan Ammar untuk memperoleh pujian-pujian tersebut. Bahkan sesungguhnya ia adalah seorang yang pendiam, tidak banyak bicara. Kontras sekali dengan penampilan fisiknya yang tinggi besar, berdada bidang dan bermata biru, ia justru lebih sering menyembunyikan diri dan tidak ingin menonjolkan dirinya sendiri. Ia telah merasakan bagaimana beratnya mempertahankan iman, karena itu ia ingin mengisi waktu-waktunya dengan ibadah demi ibadah.

Karena itu pula, Nabi SAW pernah pula bersabda tentang dirinya, “Contoh dan ikutilah setelah kematianku nanti, Abu Bakar dan Umar, dan ambillah pula hidayah yang dipakai Ammar untuk jadi bimbingan.”

Ammar tidak pernah absen menerjuni perjuangan dan jihad bersama Rasulullah SAW, begitu juga perjuangan dengan beberapa khalifah sesudah beliau wafat. Dalam perang Yamamah, pertempuran melawan pasukan nabi palsu, Musailamah al Kadzdzab, ketika kaum muslimin porak-poranda dan ada yang melarikan diri. Ammar berdiri di atas sebuah batu dan berseru keras, “Wahai kaum muslimin, apakah kalian ingin lari dari jannah? Aku adalah Ammar bin Yasir, apakah kalian melarikan diri dari jannah? Marilah bersamaku…”

Saat itu kondisi Ammar sendiri juga terluka, bahkan telinganya hampir putus dan tergantung terkena sabetan pedang musuh. Mendengar seruan Ammar tersebut, mereka berkumpul kembali untuk menyusun kekuatan dan bersama Ammar mereka kembali menahan gempuran pasukan musuh.

Pada masa khalifah Umar, Ammar diangkat sebagai amir (wali negeri) di Kufah dan wazirnya adalah Abdullah bin Mas’ud. Jabatan tersebut tidaklah menambah kecuali zuhud, kesalehan dan juga kerendahan hatinya. Ia tak segan membeli sayur di pasar kemudian memanggulnya sendiri. Dan sebagaimana yang dilakukan Salman al Farisi, setelah menerima gaji (tunjangan)-nya sebagai amir, ia membagi-bagikan semuanya kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Untuk menunjang kebutuhan hidupnya, ia menjalin (membuat) bakul dan keranjang dari daun kurma dan menjualnya ke pasar.

Sepeninggal khalifah Umar bin Khaththab, yang mana Nabi SAW pernah menyebut Umar sebagai “kunci (gembok) Fitnah”, mulai terjadi fitnah dan perselisihan di antara umat Islam. Dalam keadaan seperti ini, para sahabat selalu mengamati Ammar bin Yasir. Hal ini berawal dari sebuah peristiwa di masa awal hijrah ke Madinah, ketika sedang membangun Masjid Nabawi. Saat itu, sisi dinding di mana Ammar dan beberapa sahabat lainnya sedang bekerja tiba-tiba runtuh dan menimpa Ammar. Pada saat yang sama, Nabi SAW sedang mengamati Ammar, kemudian beliau bersabda, “Aduhai ibnu Sumayyah, ia dibunuh oleh golongan pendurhaka…”

Para sahabat yang mendengar sabda beliau itu menyangka beliau sedang meratapi kematian Ammar karena tertimbun dinding yang runtuh. Karena itu mereka menjadi ribut dan panik atas musibah yang dialami Ammar. Nabi SAW yang tanggap reaksi para sahabat tersebut, sekali lagi bersabda untuk menenangkan mereka, “Tidak apa-apa, Ammar tidak apa-apa. Hanya saja, nantinya ia akan dibunuh oleh golongan pendurhaka!”

Jelas dan lugas, Nabi SAW tidak menyebut, “Ammar dibunuh kaum kafirin, musyrikin atau musuh Allah.” Tetapi beliau menyebutnya, “Kaum/golongan pendurhaka (fi-atul baaghiyah),” masih kaum muslimin, tetapi mereka yang durhaka dan menyalahi ajaran Islam. Seperti halnya anak yang durhaka kepada orangtuanya, ia tidak menjadi kafir, tetapi berdosa besar dan terancam laknat Allah, kecuali jika Allah mengampuninya. [die]

BERSAMBUNG

Referensi: 101 Sahabat Nabi/Hepi Andi Bustomi/Pustaka Al-Kautsar

Sumber : Islampos

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.